Kritik sastra adalah kajian dan evaluasi sastra, dengan fokus pada pemahaman dan penafsiran teks melalui berbagai pendekatan. Hal ini mencakup analisis struktur, bahasa, dan tema suatu karya, serta mempertimbangkan konteks sejarah, latar belakang penulis, dan dampak sosialnya. Pendekatan utama mencakup Formalisme, Marxisme, Feminisme, Pascakolonialisme, dan Psikoanalisis, yang masing-masing menawarkan wawasan unik tentang bagaimana sastra mencerminkan dan memengaruhi pengalaman manusia. Analisis kritis ini membantu memperdalam apresiasi kita terhadap karya sastra dan signifikansinya dalam masyarakat.
Kritik sastra adalah studi, evaluasi, dan interpretasi sastra. Ini melibatkan analisis teks sastra untuk memahami makna, signifikansi, dan nilai artistiknya. Praktik kritik sastra telah berkembang selama berabad-abad, mencerminkan perubahan dalam perspektif budaya, filosofis, dan teoretis.
Ikhtisar Sejarah:
- Kritik Klasik: Berasal dari tokoh-tokoh seperti Aristoteles dan Plato, kritik klasik berfokus pada unsur-unsur karya dramatis dan puitis, seperti struktur dan tujuan moral.
- Kritik Renaisans dan Pencerahan: Periode ini menyaksikan kebangkitan ide-ide klasik, dengan penekanan pada prinsip-prinsip humanisme dan estetika. Kritikus seperti John Dryden dan Samuel Johnson berkontribusi pada pengembangan standar dan genre sastra.
- Kritik Modern: Pada abad ke-19 dan ke-20, kritik sastra meluas hingga mencakup berbagai pendekatan teoretis, yang dipengaruhi oleh gerakan-gerakan seperti Romantisisme, Realisme, dan Modernisme.
Maksud dan Tujuan:
- Memahami Teks: Kritik sastra bertujuan untuk mengungkap makna dan tema yang lebih dalam dalam teks.
- Mengevaluasi Seni: Ini menilai kualitas dan inovasi karya sastra.
- Analisis Kontekstual: Kritikus mengkaji bagaimana teks mencerminkan dan mempengaruhi konteks budaya dan sejarahnya.
2. Formalisme dan Kritik Baru
Kritik Sastra. Formalisme dan Kritik Baru berfokus pada teks itu sendiri, menekankan pembacaan cermat dan analisis unsur-unsur sastra seperti struktur, bahasa, dan simbolisme.
Konsep Utama:
- Otonomi Tekstual: Formalisme dan Kritik Baru berpendapat bahwa teks sastra harus dianalisis secara independen dari faktor eksternal seperti biografi penulis atau konteks sejarah.
- Tutup Bacaan: Kritikus melakukan analisis rinci terhadap bahasa, struktur, dan gaya teks untuk mengungkap makna dan kualitas estetikanya.
- Interpretasi Objektif: Pendekatan ini berupaya menemukan makna obyektif dalam teks, dengan alasan bahwa kualitas intrinsik teks memegang kunci untuk memahaminya.
Tokoh Utama:
- IA Richards: Dikenal karena karyanya dalam mengembangkan teknik membaca dekat dan menekankan pentingnya respons emosional pembaca.
- Brooks Kebersihan: Seorang tokoh terkemuka dalam Kritik Baru, Brooks menekankan pentingnya memahami logika internal dan koherensi sebuah teks.
Kritik:
- Pengabaian Konteks: Kritikus berpendapat bahwa Formalisme dan Kritik Baru seringkali mengabaikan konteks sejarah dan budaya sebuah teks.
- Ruang Lingkup Terbatas: Dengan hanya berfokus pada teks, pendekatan ini mungkin mengabaikan isu-isu tematis dan interpretatif yang lebih luas.
3. Kritik Sejarah dan Biografi
Kritik Sastra. Kritik sejarah dan biografi menekankan pemahaman suatu karya sastra melalui konteks sejarah dan kehidupan pengarangnya.
Konsep Utama:
- Konteks Sejarah: Pendekatan ini mengkaji bagaimana peristiwa sejarah, kondisi sosial, dan norma budaya mempengaruhi sebuah karya sastra.
- Biografi Penulis: Ini mengeksplorasi bagaimana pengalaman hidup, keyakinan pribadi, dan latar belakang seorang penulis membentuk tulisan mereka.
- Interaksi Antara Kehidupan dan Sastra: Kritikus menganalisis bagaimana konteks pribadi dan sejarah penulis berkontribusi terhadap tema dan makna dalam karya mereka.
Tokoh Utama:
- Samuel Johnson: Pendekatan biografisnya terhadap kritik sering kali menghubungkan kehidupan pengarang dengan karya mereka.
- EM Forster: Esai Forster tentang bagaimana konteks sejarah membentuk sastra menekankan pentingnya menempatkan teks pada masanya.
Kritik:
- Penekanan berlebihan pada Biografi: Beberapa kritikus berpendapat bahwa terlalu fokus pada kehidupan penulis dapat mengaburkan teks itu sendiri.
- determinisme sejarah: Pendekatan ini terkadang dapat menyiratkan bahwa sastra pada dasarnya adalah produk pada masanya, dan mengabaikan kreativitas individu.
4. Kritik Marxis
Kritik Sastra. Kritik Marxis menganalisis sastra melalui kacamata perjuangan kelas, kekuatan ekonomi, dan dinamika kekuatan sosial, dengan memanfaatkan teori Marxis.
Konsep Utama:
- Perjuangan Kelas: Kritikus Marxis mengeksplorasi bagaimana sastra merefleksikan dan mengkritik konflik kelas dan kesenjangan ekonomi.
- Ideologi dan Kekuasaan: Pendekatan ini mengkaji bagaimana sastra mewakili atau menantang ideologi dan struktur kekuasaan yang ada.
- determinisme ekonomi: Buku ini mengkaji bagaimana kondisi ekonomi dan hubungan kelas membentuk produksi dan tema sastra.
Tokoh Utama:
- Karl Marx dan Friedrich Engels: Para pendiri teori Marxis, gagasan mereka menjadi landasan kritik sastra Marxis.
- Georg Lukacs: Karyanya tentang kesadaran kelas dan realisme dalam sastra sangat mempengaruhi kritik Marxis.
- Terry Eagleton: Seorang kritikus Marxis kontemporer yang dikenal karena tulisannya yang mudah dipahami tentang hubungan antara sastra dan ideologi.
Kritik:
- Reduksionisme: Kritikus berpendapat bahwa kritik Marxis dapat mereduksi sastra menjadi sekadar refleksi kondisi ekonomi, dan mengabaikan dimensi lain dari teks tersebut.
- Bias Ideologis: Beberapa orang percaya bahwa kritik Marxis memaksakan perspektif ideologis tertentu pada sastra.
5. Kritik Feminis
Kritik Sastra. Kritik feminis mengkaji sastra melalui kacamata gender, dengan fokus pada representasi perempuan dan dinamika kekuatan gender dalam teks.
Konsep Utama:
- Keterwakilan Perempuan: Kritikus feminis menganalisis bagaimana perempuan digambarkan dalam sastra dan bagaimana penggambaran tersebut mencerminkan atau menantang norma-norma masyarakat.
- Dinamika Gender: Pendekatan ini mengeksplorasi bagaimana sastra melanggengkan atau mempertanyakan peran gender tradisional dan struktur kekuasaan.
- Interseksionalitas: Kritik feminis kontemporer mempertimbangkan bagaimana gender bersinggungan dengan aspek identitas lainnya, seperti ras, kelas, dan seksualitas.
Tokoh Utama:
- Simone de Beauvoir: Karyanya tentang status perempuan dan eksistensialisme telah mempengaruhi teori sastra feminis.
- Elaine Showalter: Dikenal karena karyanya tentang “tradisi perempuan” dalam sastra dan peran penulis perempuan.
- Judith Butler: Teorinya tentang performativitas gender telah membentuk kritik feminis kontemporer.
Kritik:
- Esensialisme: Beberapa orang berpendapat bahwa kritik feminis kadang-kadang dapat menggeneralisasi gender secara berlebihan dan mengabaikan keragaman pengalaman perempuan.
- Fokus pada Gender: Kritikus mungkin berpendapat bahwa fokus utama pada gender dapat mengabaikan aspek penting lainnya dalam sastra.
6. Kritik Pascakolonial
Kritik Sastra. Kritik pascakolonial mengeksplorasi literatur dari bekas jajahan, dengan fokus pada isu penjajahan, ras, dan identitas budaya.
Konsep Utama:
- Warisan Kolonial: Pendekatan ini mengkaji bagaimana sastra merefleksikan dan mengkritik dampak kolonialisme baik terhadap penjajah maupun terjajah.
- Hibriditas Budaya: Kritikus pascakolonial mengeksplorasi perpaduan budaya dan identitas yang dihasilkan dari pertemuan kolonial.
- Suara Subaltern: Fokusnya adalah memberikan suara kepada kelompok marginal dan tertindas dalam konteks pascakolonial.
Tokoh Utama:
- Edward berkata: Karyanya yang penting, Orientalismemengkritik bagaimana sastra dan ilmu pengetahuan Barat telah salah mengartikan budaya Timur.
- Homi K. Bhabha: Dikenal karena gagasannya tentang hibriditas dan “ruang ketiga” tempat bersinggungannya identitas budaya.
- Spivak Chakravorty Gayatri: Karyanya mengenai studi subaltern dan tantangan mewakili suara-suara yang terpinggirkan sangat berpengaruh dalam teori pascakolonial.
Kritik:
- Esensialisme: Kritikus berpendapat bahwa kritik pascakolonial kadang-kadang dapat mementingkan budaya atau mengabaikan kompleksitas identitas individu.
- Fokus Barat: Beberapa orang percaya bahwa kritik pascakolonial mungkin masih dipengaruhi oleh kerangka teori Barat.
7. Kritik Psikoanalitik
Kritik psikoanalitik menerapkan teori psikologi, khususnya yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan penerusnya, pada sastra.
Konsep Utama:
- Pikiran Bawah Sadar: Kritik psikoanalitik mengeksplorasi bagaimana keinginan, ketakutan, dan konflik yang tidak disadari diungkapkan dalam karya sastra.
- Simbolisme dan Arketipe: Kritikus menganalisis simbol dan tema yang berulang sebagai representasi keadaan psikologis dan arketipe.
- Psikologi Penulis dan Pembaca: Pendekatan ini juga mempertimbangkan bagaimana profil psikologis penulis dan pembaca berdampak pada interpretasi teks.
Tokoh Utama:
- Sigmund Freud: Teori Freud tentang ketidaksadaran, represi, dan seksualitas sangat mempengaruhi kritik psikoanalitik.
- Jacques Lacan: Gagasan Lacan tentang panggung cermin dan tatanan simbolik telah memperluas pendekatan psikoanalitik terhadap sastra.
- Carl Jung: Karya Jung tentang arketipe dan ketidaksadaran kolektif telah berkontribusi dalam memahami motif yang berulang dalam sastra.
Kritik:
- Penekanan berlebihan pada Psikologi: Kritikus berpendapat bahwa kritik psikoanalitik terkadang terlalu fokus pada interpretasi psikologis dengan mengorbankan aspek tekstual lainnya.
- Kurangnya Bukti Empiris: Beberapa orang memandang kritik psikoanalitik kurang memiliki dukungan empiris dan terlalu spekulatif.
Singkatnya, kritik sastra menawarkan berbagai pendekatan untuk memahami dan mengevaluasi sastra. Mulai dari menganalisis elemen formal dan konteks sejarah hingga mengeksplorasi dimensi gender, kelas, dan psikologis, setiap perspektif kritis memberikan wawasan unik terhadap teks sastra. Pendekatan-pendekatan ini tidak hanya meningkatkan apresiasi kita terhadap sastra namun juga memperdalam pemahaman kita tentang perannya dalam merefleksikan dan membentuk pengalaman manusia.